Renungan, Kamis 17 Mei 2007
KENAIKAN TUHAN YESUS
Kis. 1:1-11, Mzm. 10, Ef. 1:15-23, Luk. 24:44-53
Kisah kenaikan Tuhan Yesus yang disaksikan oleh Injil Lukas dan Kisah Para Rasul memiliki kesamaan latar-belakang. Sebelum Tuhan Yesus naik ke surga, Dia terlebih dahulu makan bersama dengan para muridNya. Menurut Injil Lukas, Kristus yang bangkit itu menyatakan diriNya dengan memperlihatkan tangan dan kakiNya yang terluka. Ketika para murid belum percaya karena girangnya dan masih heran, maka Tuhan Yesus meminta makanan untuk dimakan di depan mereka (Luk. 24:39-43). Kitab Kisah Para Rasul juga memberi kesaksian yang sama, yaitu: “Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa (Kis. 1:4). Penting untuk dipahami bahwa persekutuan makan bersama dengan para murid tersebut, dipakai oleh Injil Lukas bukan sekedar untuk membuktikan bahwa Kristus hidup dari kematianNya, tetapi juga menjadi suatu kesempatan bagi Tuhan Yesus untuk membuka pikiran para muridNya. Sebab menurut Injil Lukas, kebangkitan Kristus pada prinsipnya merupakan penggenapan dari kitab Taurat Musa dan kitab para nabi. Sehingga yang dibutuhkan oleh para murid bukan hanya pengalaman berjumpa secara personal dengan Kristus yang bangkit saja, tetapi bagaimana kaitan/hubungan antara peristiwa kebangkitan Kristus dengan seluruh firman Allah yang telah disampaikan oleh para nabi sebelumnya. Itu sebabnya Tuhan Yesus perlu terlebih dahulu membuka pikiran dan hati para murid, sehingga mereka mampu mengerti Kitab Suci yang telah digenapi dalam seluruh kehidupanNya sampai Dia bangkit dari kematian (Luk. 24:45).
Kristus yang bangkit itu adalah Kristus yang menyingkapkan hati dan pikiran para murid. Dia bukan sekedar memberi “insight” (pencerahan) yang baru, tetapi Kristus yang bangkit itu memberi pemahaman yang sangat mendasar bahwa “dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya itu” (Luk. 24:47-48). Pemahaman para murid tentang Kristus yang telah bangkit dan berkuasa untuk mengampuni akan diteguhkan oleh “kekuasaan dari tempat tinggi” (Luk. 24:49), atau menurut Kisah Para Rasul: “tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus” (Kis. 1:5). Dengan demikian Kristus yang bangkit itu telah menyiapkan para murid untuk menjadi saksiNya dan memberikan janji untuk memperlengkapi diri mereka dengan kuasa Roh Kudus. Namun sangat menarik di tengah-tengah janji Kristus tersebut ternyata para murid masih terobsesi kepada pemulihan kerajaan bagi Israel. Janji Kristus bahwa mereka akan dipenuhi dengan Roh Kudus, ternyata dijawab oleh para murid dengan mengajukan suatu pertanyaan: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis. 1:6). Di sini kita dapat melihat bahwa obsesi untuk pemulihan kerajaan Israel tampaknya yang menjadi pokok teologia mereka. Umat Israel dalam pergumulan hidupnya mengharapkan dapat membebaskan diri belenggu kuasa bangsa asing, yaitu kerajaan Romawi. Itu sebabnya yang mereka dambakan adalah pemulihan kerajaan bagi umat Israel. Padahal yang menjadi pokok teologia dan ajaran Kristus adalah “kehadiran Kerajaan Allah” (Kis. 1:3). Yang mana dengan kehadiran kerajaan Allah tersebut umat manusia dapat dibebaskan dari kuasa dosa. Itu sebabnya para murid dipanggil untuk menjadi saksi Kristus untuk memberitakan pertobatan dan pengampunan dosa bagi seluruh umat manusia dalam namaNya. Jadi di antara para murid dengan Kristus yang bangkit itu masih terdapat perbedaan persepsi dan substansi teologis yang sangat mendasar. Kristus berpikir tentang kehadiran Kerajaan Allah di tengah-tengah umat manusia, tetapi para murid berpikir tentang pemulihan kerajaan Israel.
Persepsi teologis para murid tersebut sering masih tercermin dalam kehidupan kita sehari-hari. Pokok-pokok teologis dalam kehidupan spiritual kita sering masih begitu kental dengan “kemuliaan diri, keluarga dan etnis/suku” kita masing-masing. Itu sebabnya latar-belakang dan motivasi mengikut Kristus masih ditandai oleh upaya untuk menguatkan posisi/kedudukan diri kita di tengah-tengah masyarakat. Karena pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang yang memiliki obsesi duniawi dengan label Kristen adalah bagaimana dengan kuasa kebangkitan Kristus dan Roh Kudus mereka dapat memperoleh posisi/kedudukan di tengah-tengah masyarakat? Teologi operasional kita sering sarat dengan “prestige” yaitu mencari posisi dan kedudukan sosial. Padahal yang diutamakan oleh Kristus yang bangkit dan janji menerima Roh Kudus adalah bagaimana peran kita sebagai umat percaya untuk menjadi saksiNya yang memberitakan pertobatan dan pengampunan dosa bagi setiap orang. Janji Kristus yang bangkit itu pada prinsipnya bukan untuk menguatkan “prestige” diri, keluarga, etnis dan bangsa. Tetapi janji Tuhan untuk memperlengkapi kita dengan kuasaNya untuk menjadi saksi yang mampu mengubah atau mentransformasi dengan kuasa kasihNya. Sehingga yang didirikan oleh Kristus yang bangkit adalah terwujudnya Kerajaan Allah.
Manakala kerajaan Allah tersebut hadir maka kehidupan setiap orang di atas muka bumi ini ditandai oleh pertobatan dan pengampunan dosa. Sebab kerajaan Allah merupakan wujud dari pemerintahan Allah yang menguasai hati dan pikiran manusia, sehingga mereka hidup dalam takut kepadaNya. Dengan demikian, ketika Kristus berbicara mengenai Kerajaan Allah pada hakikatnya bukan sekedar suatu janji tentang kehidupan sesudah kematian, tetapi kehidupan umat manusia saat ini. Apakah saat ini kita selaku gerejaNya telah menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dalam kehidupan riel? Jadi iman Kristen dalam terang kebangkitan Kristus, justru mendorong setiap orang percaya untuk menyadari realita masa kini dan memaknai secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi saksi Tuhan dalam kehidupan masa kini. Di Kis. 1:8, Tuhan Yesus berkata: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”.
Perhatikanlah bahwa panggilan dari Tuhan yaitu: “kamu akan menjadi saksiKu” ditempatkan dalam konteks kehidupan di dunia ini yang dimulai dari Yerusalem dan meluas ke wilayah seluruh Yudea, lalu meluas lagi ke wilayah Samaria dan akhirnya meluas sampai ke ujung bumi. Umat percaya yang digerakkan oleh kuasa kebangkitan Kristus tetap ditempatkan dalam suatu titik waktu (kairos) dan ruang nyata yang kelak akan bergerak secara dinamis dan meluas sampai menjangkau seluruh umat manusia. Gerak panggilan umat percaya yang didorong oleh Kristus yang bangkit dan dilengkapi dengan kuasa Roh Kudus senantiasa bergerak secara sentrifugal. Gambaran arah gerak sentrifugal mengingatkan kita ketika kita melemparkan sebuah batu ke arah kolam yang tenang airnya, maka akan terjadi suatu gerak dari satu titik batu yang dilempar itu menjadi suatu lingkaran yang terus meluas di air tersebut. Ketika kuasa kebangkitan Kristus mempengaruhi seluruh kehidupan umat percaya dan mereka telah diberi kuasa sebagai saksi, maka kehidupan umat percaya seharusnya senantiasa memiliki daya pengaruh yang meluas ke arah sesama. Persoalannya adalah kehidupan kita seringkali tidak mampu menciptakan suatu daya gerak pada titik hidup di ruang masa kini kita, sehingga sama sekali tidak terjadi suatu efek apapun selama kita kita menjadi orang Kristen. Apabila batu yang kita lempar kecil, maka pengaruh yang ditimbulkan juga akan kecil. Tetapi berbeda ketika kita melempar sebuah batu yang cukup besar, maka akan terjadi suatu lingkaran yang makin meluas. Karena itu kita membutuhkan Roh Kudus, sebab Dia akan mengaruniakan kepada kita suatu kuasa agar dapat menjadi saksi Kristus yang bergerak secara dinamis dan makin meluas ke seluruh lingkup atau aras kehidupan dengan sesama di sekitar kita.
Kitab Kisah Para Rasul menyaksikan bahwa setelah Tuhan Yesus menyampaikan janji kepada para murid bahwa mereka akan menerima Roh Kudus dan menjadi saksiNya di Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi, maka terangkatlah Dia dari hadapan para muridNya dan awan menutupiNya (Kis. 1:9). Bagaimanakah kitab Kisah Para Rasul menggambarkan sikap para murid ketika mereka menyaksikan Tuhan Yesus diangkat naik ke surge? Sikap para murid adalah mereka terus menatap ke langit melihat Kristus yang telah lenyap dari pandangan mata mereka. Di Kis. 1:10-11 disaksikan: “Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga”. Para murid terkesima dengan peristiwa Tuhan Yesus yang terangkat ke sorga. Mereka terus menatap ke langit. Jadi walaupun Tuhan Yesus telah lenyap dari pandangan mereka, mereka terus melihat ke atas. Karena mereka terus menatap ke atas, maka mereka melupakan tugas yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus untuk kembali ke Yerusalem. Tuhan Yesus berkata: “Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan BapaKu. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi” (Luk. 24:49). Sikap para murid ini seringkali menjadi ciri dari beberapa orang-orang Kristen yang sering terus-menerus menatap ke dunia imaginer tentang sorga, tetapi mereka melupakan tugas dan tanggungjawab yang riel di masa kini. Karena itu mereka sering tidak tangguh dan tabah menghadapi kesulitan hidup ini. Mereka kemudian melarikan diri ke dunia imaginer tentang keselamatan di sorga nanti.
Di tengah-tengah kesulitan kehidupan yang kini makin bertambah berat dan kompleks, kita dapat melihat bahwa ibadah atau kebaktian di berbagai gereja makin dihadiri banyak orang. Kita bersyukur manakala mereka digerakkan oleh kerinduan dan sikap kasih yang antusias kepada Tuhan. Tetapi manakala di antara kita banyak yang menjadikan ibadah sebagai tempat pelarian dalam dunia imaginer rohani, maka melalui kebaktian kenaikan Tuhan ini kita dipanggil untuk teguh berjuang ke dalam kehidupan riel di masa kini. Umat Kristen tidak boleh menjadi orang-orang yang mudah menyerah, tidak ulet dan akhirnya gagal dalam perjuangan hidup sehari-hari. Malaikat Tuhan telah menegur para murid Tuhan Yesus yang terus menatap ke awan-awan, yaitu: “Mengapa kamu berdiri melihat ke langit?” Untuk mewujudkan kehadiran Kerajaan Allah yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus, kita tidak boleh berpaling dari persoalan dan masalah dalam kehidupan riel yang terjadi di dalam keluarga, pekerjaan, pelayanan gerejawi dan kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya dalam kuasa kebangkitan Kristus yang makin diteguhkan dalam peristiwa kenaikan Kristus ke sorga, selaku umat percaya kita justru dipanggil untuk memaknai hidup kita di masa kini dan di sini. Manakala kita mengabaikan prinsip iman ini sesungguhnya kita telah melalaikan tanggungjawab umat percaya di dalam dunia ini. Filsuf Nietzsche (1844-1900) pada masa hidupnya pernah mengungkapkan rasa muaknya kepada orang-orang Kristen. Karena dia sering melihat orang-orang Kristen dalam menghayati imannya dengan sikap kehendak yang lemah, tidak memiliki daya juang, mengedepankan sikap tidak berdaya, cenderung melarikan diri dari kenyataan, pribadi yang “sakit-sakitan”, dan bertindak pengecut. Kritik dari Nietzsche tersebut perlu kita respon secara positif, karena di balik ucapan kritik Nietsche yang sangat pedas itu ternyata mengandung pula kebenaran yang mana kita selaku gereja belum melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Tuhan, yaitu menjadi saksi yang penuh Roh Kudus di tengah-tengah kehidupan yang nyata.
Teguran dua orang malaikat tersebut menyadarkan para murid untuk kembali ke dunia realita agar mereka diperlengkapi oleh kuasa Roh Kudus. Para murid kemudian kembali ke Yerusalem. Perpisahan dengan Kristus yang telah diangkat ke surga disikapi oleh para murid dengan sehati-sepikir dalam doa (Kis. 1:14). Mereka berdoa bersama-sama dengan membuka ruang hati mereka untuk dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus. Ini berarti para murid akhirnya telah berhasil meninggalkan obsesi mereka untuk pemulihan kerajaan Israel dan idealism diri yang dibangun dalam dunia imaginer mereka. Ketika kita berhasil melepaskan semua obsesi terhadap berbagai keinginan dan idealisme diri, maka sesungguhnya kita telah membuka ruang yang semakin lebar bagi pekerjaan Roh Kudus. Kegagalan kita untuk menjadi saksi Kristus karena ruang (space) yang kita sediakan bagi Tuhan dan karyaNya terlalu sempit. Selama “inner space” (ruang hati) kita sangat sarat dengan berbagai keinginan dan cita-cita dunia, maka kita akan menghalangi/menutup semua pintu dan akses bagi pekerjaan Tuhan dalam kehidupan kita. Namun sebaliknya ketika kita mampu melepaskan diri berbagai obsesi yang duniawi, bersedia untuk hidup yang dilandasi oleh penyangkalan diri dan kerelaan untuk dipakai oleh Tuhan; maka kita dimampukan untuk menjadi saksiNya yang hidup. Bahkan yang melegakan kita dipakai dan dilengkapi oleh Tuhan karena kuasaNya, yaitu Roh Kudus. Dengan kuasa Roh Kudus tersebut kita dimampukan untuk menjadi berkat bagi sesama di sekitar kita. Berkat keselamatan Allah tersebut kita nyatakan kepada sesama dan orang-orang di sekitar kita dengan cara mengkomunikasikan kasih Allah dan pengampunan di dalam nama Kristus. Ketika orang-orang di sekitar kita mulai dari yang terdekat sampai yang terjauh bersedia hidup dalam pertobatan dan pengampunan, maka pada saat itu terwujudlah Kerajaan Allah. Karena tujuan utama dari kenaikan Tuhan Yesus ke surga adalah memampukan para murid untuk menerima kuasa Roh Kudus sehingga mereka mampu mewujudkan kehadiran Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Jika demikian, bagaimanakah dengan kehidupan saudara? Apakah kita sekarang bersedia untuk menjadi saksi Kristus yang terus-menerus mengkomunikasikan kasihNya kepada para anggota keluarga, sesama yang kita jumpai dalam pekerjaan, para anggota jemaat, orang-orang yang tinggal bersama dalam lingkungan tempat tinggal kita? Tuhan pasti akan melengkapi kita dengan kuasaNya, yaitu Roh Kudus. Amin.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar