Minggu, 1 April 2007
Pra-Paskah VI (Tahun C)
Yes. 50:4-9, Mzm. 31:9-16, Fil. 2:5-11, Luk. 19:28-40
Saat ini kita telah memasuki minggu terakhir dari masa Pra-Paskah. Kita telah berada di masa Pra-Paskah VI. Masa Pra-Paskah VI ini juga dapat disebut sebagai minggu sengsara karena Kristus telah mendekati saat-saat penderitaanNya. Juga masa Pra-Paskah VI ini dapat pula disebut dengan minggu Palem, karena di dalam perikop kita yaitu Luk. 19:28-40, dikisahkan Tuhan Yesus masuk kota Yerusalem dengan disambut dengan hangat oleh penduduk kota Yerusalem. Menurut Injil Markus, Tuhan Yesus disambut dengan ranting-ranting tanaman hijau (Mark. 11:8). Injil Yohanes dengan jelas menyebut bahwa Tuhan Yesus disambut oleh penduduk Yerusalem dengan daun-daun palem (Yoh. 12:13). Namun yang jelas, ketiga Injil sinopsis menyaksikan bagaimana rasa hormat dan sukacita penduduk kota Yerusalem saat mereka menyambut kedatangan Tuhan Yesus masuk kota Yerusalem. Mereka menghamparkan pakaian-pakaian mereka di jalan agar keledai yang ditunggangi Tuhan Yesus berjalan di atas pakaian mereka. Penduduk kota Yerusalem menyambut kedatangan Tuhan Yesus ke kota Yerusalem seperti mereka menyambut kedatangan seorang raja. Sehingga suasana kota Yerusalem pada waktu itu sangat meriah. Luk. 19:37 menyaksikan: “Ketika Ia dekat Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena mujizat yang telah mereka lihat”.
Para murid dan penduduk kota Yerusalem sangat gembira dan memuji Allah saat mereka melihat Tuhan Yesus masuk kota Yerusalem. Tetapi mungkin mereka tidak sadar dengan ucapan Tuhan Yesus sebelumnya. Di Luk. 18:31-32 disaksikan Tuhan Yesus memanggil kedua belas muridNya dengan berkata: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan segala sesuatu yang ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi. Sebab Ia telah diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diolok-olokkan, dihina dan diludahi, dan mereka menyesah dan membunuh Dia, dan pada hari ketiga Ia akan bangkit”. Seandainya para murid ingat akan perkataan Tuhan Yesus, pastilah mereka tidak akan bergembira dan memuji Allah saat melihat Tuhan Yesus masuk kota Yerusalem. Sebab di Luk. 18:31-32 dengan jelas Tuhan Yesus menyatakan bahwa Ia akan diserahkan kepada bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bangsa Romawi. Dia akan menderita dengan cara diolok-olok, dihina, diludahi, disesah lalu dibunuh. Semuanya akan dialami oleh Tuhan Yesus sebagaimana yang dinubuatkan oleh para nabi. Jadi pada saat Tuhan Yesus masuk kota Yerusalem sebenarnya Dia sedang mendekati penderitaanNya, dan secara pasti Dia makin mendekati kematianNya sendiri. Apabila para murid waktu itu teringat akan perkataan Tuhan Yesus tersebut, pastilah mereka tidak akan bergembira saat mereka melihat Tuhan Yesus masuk ke kota Yerusalem. Mereka mungkin akan bersedih-hati, karena tak lama lagi Kristus akan menderita dan wafat secara mengerikan di atas kayu salib.
Keempat Injil mencatat kisah masuknya Tuhan Yesus ke kota Yerusalem secara mencolok di hadapan publik. Dia tidak datang ke kota Yerusalem dengan cara berjalan kaki. Tetapi Tuhan Yesus secara sengaja memilih untuk naik keledai melewati jalan-jalan utama kota Yerusalem. Injil Markus mencatat bahwa keledai tersebut adalah seekor keledai muda yang belum pernah ditunggangi orang. Bil. 19:2 menjelaskan maksud penggunaan keledai atau lembu yang belum pernah ditunggangi orang pada prinsipnya untuk menunjuk suatu acara yang suci. Allah berfirman kepada Musa dan Harun: “Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka membawa kepadamu seekor lembu betina merah yang tidak bercela, yang tidak ada cacatnya dan yang belum pernah kena kuk”. Ini berarti keledai muda yang belum pernah digunakan orang secara sengaja dipakai oleh Tuhan Yesus untuk menyatakan bahwa kedatanganNya ke kota Yerusalem untuk menunjuk kepada sesuatu yang suci. Dia datang ke dunia ini untuk melawat umat Allah. Bahkan sesungguhnya Dialah yang diberkati dan dinantikan oleh umat Israel. Dialah Messias, sang Raja Damai. Karena itu Tuhan Yesus tidak datang dengan menggunakan kuda sebagai simbol seorang raja atau panglima perang memasuki kota yang berhasil direbutnya. Tuhan Yesus datang ke kota Yerusalem untuk memenuhi nubuat nabi Zakharia yang berkata: “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; Ia adil dan jaya. Ia lemah-lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda” (Zakh. 9:9). Jadi dengan menggunakan keledai beban yang muda, Tuhan Yesus mau menyatakan diriNya di depan khalayak ramai bahwa kedatanganNya semata-mata untuk menciptakan damai-sejahtera (kerajaan syalom). Dia ditentukan oleh Allah untuk mewujudkan keadilan dan kasihNya yang lemah-lembut, bukan kuasa yang menindas dan merebut hak milik orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa dan pemerintah dunia.
Kita tidak mengetahui motif para murid dan penduduk Yerusalem yang gembira dan bersorak-sorai menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Tapi kemungkinan mereka membayangkan Tuhan Yesus datang ke kota Yerusalem sebagai seorang Messias politis untuk membebaskan mereka dari belenggu penjajahan bangsa Romawi. Bukankah Tuhan Yesus mempunyai kuasa mujizat yang hebat? Padahal maksud nubuat dari nas Zakh. 9:9 adalah agar penduduk kota Yerusalem mau bersorak-sorai menyambut Messias yang menyatakan keadilan dan menghadirkan kasih Allah yang lemah-lembut. Mereka sama sekali tidak dianjurkan untuk bersorak-sorai menyambut seorang Messias yang hanya menggiring mereka kepada kekerasan dan peperangan melawan bangsa-bangsa kafir. Dalam perjalanan sejarah umat Israel, berulangkali tampil orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Messias dengan membawa umat Israel dalam berbagai pemberontakan melawan bangsa-bangsa kafir. Sebagai bangsa yang sering terjepit dan terjajah, mereka sangat mengharapkan memiliki seorang pemimpin yang kuat seperti Daud atau Salomo sehingga mereka dapat memiliki kehidupan yang serba tenteram, tanpa penjajahan dan tanpa penindasan. Tetapi sejarah juga membuktikan bahwa upaya penyelesaian dengan kekerasan senjata ternyata tidak pernah langgeng. Seorang yang mengaku dirinya sebagai Messias yaitu Makabe, pada tahun 164-167 sM melawan Antiokhus IV penguasa Siria pada akhirnya justru membawa kematian banyak umat Israel secara mengerikan. Karena itu kerajaan yang didirikan oleh Tuhan Yesus adalah kerajaan damai-sejahtera yang menghadirkan kasih dan keadilan Allah. Dengan kerajaan damai-sejahtera dan kasih yang dinyatakan oleh Kristus, tidak berarti umat Allah hanya berdiam diri untuk dijajah dan ditindas oleh bangsa lain. Mereka wajib melawan dan menentang segala bentuk penjajahan, ketidakadilan dan tindakan yang sewenang-wenang, tetapi mereka harus melawan tanpa kekerasan senjata. Mereka wajib terus melawan para penjajah di dunia ini, tetapi dengan kekuatan kasih yang mampu menghadirkan damai-sejahtera yang menyeluruh dalam kehidupan umat manusia.
Para murid dan penduduk kota Yerusalem bersorak-sorai menyambut dengan gembira kedatangan Tuhan Yesus di kota Yerusalem. Tetapi yang ironis Tuhan Yesus saat makin mendekati kota Yerusalem, justru Dia menangisi kota Yerusalem dengan berkata: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai-sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat bilamana Allah melawat engkau” (Luk. 19:42-44). Di tengah-tengah pujian dan sorak-sorai para murid dan penduduk kota Yerusalem, Tuhan Yesus justru menangis sedih karena Dia melihat kelak kota Yerusalem akan diserbu dari segala jurusan oleh tentara Romawi. Nubuat Tuhan Yesus tersebut kelak akan terjadi pada tahun 66-70 M. Saat itu tentara Romawi di bawah jenderal Titus mengepung, menghancurkan dan membinasakan seluruh kota dan penduduk Yerusalem, tidak terkecuali pula menghancurkan Bait Allah. Menurut sejarahwan Yosefus yang sekaligus sebagai saksi mata, pada waktu penyerangan kota Yerusalem nyaris rata dengan tanah dan pasukan Yahudi hancur total. Tuhan Yesus menangisi kota Yerusalem, karena Dia sangat menyayangi umatNya. Tetapi ternyata umat Allah yang dilawat dan dibela dengan kasihNya tidak tanggap dan mendengar perkataanNya. Mata batin mereka seakan-akan buta, sehingga mereka tidak dapat melihat kehadiran Allah di dalam diri Tuhan Yesus. Mereka tidak memberi respon iman saat Allah di dalam kehidupan dan karya Kristus telah melawat diri mereka.
Pola kehidupan kita seringkali tidak berbeda jauh dengan umat Israel. Pada umumnya kita lebih cenderung menyambut kedatangan Allah dengan gembira dan sukacita ketika tampil dengan kuasaNya yang menakjubkan. Pada saat kita ditindas dan terjepit oleh para musuh, kita mengharapkan Allah segera menolong diri kita dengan kuasaNya yang menghancurkan setiap musuh kita. Tetapi ketika kedatangan Allah hanya tampil secara sederhana, terkesan lemah dan sama sekali tidak menunjukkan daya kuasa sebagaimana yang kita harapkan apakah kita bersedia menyambutNya dengan gembira dan sukacita? Bagaimana ketika Kristus yang kita imani itu ternyata bukan seorang Messias dengan kuasa politis dan militerisme. Apakah kita bersedia mengiringi Dia dengan gembira dan sukacita? Lebih khusus lagi apakah kita bersedia bersama dengan Tuhan Yesus berjalan beriringan untuk menderita dan memikul salibNya? Saat Tuhan Yesus datang ke kota Yerusalem, penduduk menyambut Dia dengan berkata: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang maha tinggi” (Luk. 19:38). Tetapi tidak lama kemudian semua orang di depan pengadilan Pilatus berseru: “Salibkanlah Dia, salibkanlah Dia”. Umat Yahudi sangat kecewa ketika di hadapan penguasa bangsa Romawi ternyata Tuhan Yesus sama sekali tidak menunjukkan kuasaNya yang luar-biasa sebagai seorang Messias. Ketika spiritualitas kita dibangun berdasarkan pemahaman kuasa Kristus selaku Juru-selamat secara duniawi dan politis, maka kita juga akan kecewa menolak kehadiranNya saat Dia berdiam diri untuk memenuhi harapan-harapan kita yang tidak sesuai dengan kehendak dan rencanaNya. Tetapi yang lebih memprihatinkan, justru pada saat kini ajaran dan teologi yang menempatkan Kristus sebagai Messias politis yang paling digemari oleh banyak orang Kristen. Mereka mengeluh-eluhkan Kristus karena kuasa supranaturalNya yang mampu menyembuhkan penyakit, mampu menyelesaian masalah hutang-piutang, memberi banyak rezeki, pekerjaan baru dan kenaikan pangkat.
Selaku umat percaya kita imani bahwa Kristus memiliki kuasa di sorga dan di bumi. Tetapi spiritualitas kita makin bertumbuh dengan sehat ketika kita secara tulus-ikhlas bersedia untuk mengiringi Tuhan Yesus dengan gembira dan sukacita justru pada saat doa-doa kita tidak terjawab, harapan-harapan yang belum dikabulkan, salib yang harus kita pikul, dan realita-realita pahit yang sedang kita hadapi. Bukankah suara Tuhan Yesus terus bergema: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk. 9:23)? Jika demikian, bagaimanakah sikap saudara?
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar