Rabu, 26 September 2007

MATAKU MEMANDANG YESUS, TANGANKU KERJA BAGINYA

Renungan 19 Agustus 2007



Yes. 5:1-7, Mzm. 80:1-8, Ibr. 11:29-12:2, Luk. 12:49-56

Saya pernah berjumpa dan berkenalan dengan seorang yang mengaku sebagai mantan Kristen, dan kini dia pindah agama dengan menjadi seorang Muslim. Dia menjelaskan alasan mengapa dia pindah agama, yaitu dia sangat kecewa dengan perkataan Yesus di Mat. 10:34-35 yang berkata: “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya”. Semula dia membayangkan Kristus adalah satu-satunya pribadi yang sangat sempurna dengan ajaran kasih, tetapi setelah dia membaca Injil di Mat. 10:34-35 dia menemukan perkataan Yesus yang menyatakan bahwa Dia datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang dan Dia justru disebutkan datang untuk membawa pemisahan di antara anggota keluarga. Pada hari ini bacaan Injil juga menyatakan ide/gagasan yang hampir sama dengan Injil Matius pasal 10:34-35, yang mana di Luk. 12:49, 51 Tuhan Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan api itu telah menyala! Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kataKu kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan”. Secara sepintas, perkataan Tuhan Yesus tersebut dapat sangat mengejutkan semua orang yang mendengarNya. Kog Tuhan Yesus datang bukan untuk membawa damai, tetapi pertentangan bahkan Dia datang untuk melemparkan api? Mereka yang mendengar perkataan Tuhan Yesus tersebut dapat menjadi “shock” atau terguncang imannya, dengan kemungkinan mereka kemudian memutuskan untuk menjauh dan meninggalkan Kristus.

Sebagaimana diketahui bahwa ajaran Tuhan Yesus pada zaman itu dikenal oleh publik umat Israel sebagai ajaran yang berkuasa, luar biasa, menyentuh hati dan sangat jelas serta aplikatif dalam kehidupan umat sehari-hari, sehingga mereka menjadi takjub untuk mengikuti Dia ke manapun Yesus pergi. Tetapi juga tidak jarang ajaran Tuhan Yesus mengandung “rahasia” yang tidak mudah dimengerti oleh semua orang. Di Luk. 8:10, Tuhan Yesus berkata para muridNya: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti”. Ajaran “rahasia Kerajaan Allah” tersebut secara khusus hanya disampaikan oleh Tuhan Yesus kepada para muridNya, sehingga ajaran Tuhan Yesus tersebut tersembunyi dan tidak mudah dipahami bagi orang banyak. Demikian pula ajaran Tuhan Yesus di Luk. 12:49-56 sebenarnya ditempatkan dalam konteks percakapan yang khusus antara Tuhan Yesus dengan para muridNya (Luk. 12:22). Sehingga dapat dipahami apabila orang banyak yang mendengar ajaran Tuhan Yesus yang menyatakan bahwa Dia datang untuk “melemparkan api ke bumi” dan ajaran bahwa “Dia datang bukan untuk membawa damai, tetapi Dia membawa “pertentangan” dapat menimbulkan berbagai kesalahpahaman. Bahkan ucapan Tuhan Yesus tersebut dapat menjadi batu sandungan sehingga sikap mereka berubah menjadi bimbang dan kecewa. Jika demikian, apakah yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus dengan perkataanNya bahwa Dia datang untuk “melemparkan api” dan juga bahwa Dia datang membawa pertentangan, dan bukan membawa damai?

Maksud perkataan Tuhan Yesus bahwa Dia datang untuk melemparkan api di Luk. 12:49 sama sekali bukan untuk menunjuk peristiwa pencurahan Roh Kudus sebagaimana dikatakan oleh beberapa orang. Tetapi makna Tuhan Yesus datang untuk melemparkan api dalam pengertian Luk. 12:49 lebih menunjuk kepada keadaan yang kritis, yaitu situasi pemisahan dan hukuman. Itu sebabnya di Luk. 12:51 Tuhan Yesus berkata: “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kataKu kepadamu, bukan damai melainkan pertentangan”. Keadaan kritis yang menimbulkan pemisahan itu bukan terjadi di masa yang akan datang atau akhir zaman, tetapi keadaan kritis yang dapat menimbulkan pemisahan itu justru terjadi pada masa sekarang. Karena itu di Luk. 12:52 menyatakan sebagai berikut: “Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki, dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya”. Dengan perkataan lain dengan kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia, yaitu perkataan atau ajaran-ajaranNya, perbuatan atau karyaNya, terutama kematian dan kemuliaanNya akan menimbulkan suatu krisis bagi umat manusia; yang memaksa setiap orang untuk mengambil suatu keputusan yang menentukan. Akibatnya dengan keputusan tersebut dapat membawa seseorang kepada keadaan krisis sebab dia kemungkinan besar akan mendapat perlawanan, dibenci, dimusuhi dan dianiaya dari anggota keluarganya karena keputusannya untuk percaya dan mengikut Kristus. Dalam hal ini para pengikut Kristus akan dibenci, dimusuhi dan dianiaya oleh orang-orang duniawi karena setelah mengikut Kristus dan percaya kepadaNya mereka giat untuk menyebarkan kasih dan damai-sejahtera Allah. Jadi dunia memusuhi dan membenci para pengikut Kristus karena mereka tidak menghendaki terwujudnya kerajaan kasih, keselamatan dan damai-sejahtera dari Allah. Bukankah kuasa dunia senantiasa menolak kehadiran dan kedatangan Kerajaan Allah yaitu kerajaan keselamatan, kasih dan damai-sejahtera dalam sejarah umat manusia? Sebab yang dikehendaki dan diperjuangkan oleh kuasa dunia adalah terwujudnya kuasa kegelapan, bukan kehadiran kerajaan Allah yang menyelamatkan umat manusia.

Karena semua orang percaya berada di tengah-tengah kuasa dunia dan kegelapan, maka mereka harus senantiasa mampu untuk menilai zaman, yaitu mereka senantiasa harus mampu bersikap kritis terhadap situasi dan kecenderungan/trend yang sedang berkembang. Orang percaya tidaklah cukup hanya mampu membuat analisa dan interpretasi yang baik tentang keadaan zaman secara lahiriah belaka; tetapi mereka juga harus mampu menganalisa dan bersikap kritis terhadap berbagai aspek/dimensi zaman secara mendalam, yaitu mampu menguji kualitas dari spirit zaman yang sedang terjadi. Jadi orang percaya dipanggil untuk bersikap kritis dengan berpegang teguh kepada kebenaran untuk menilai semua bentuk dan substansi dari spiritualitas yang ditawarkan oleh dunia ini, yaitu apakah spiritualitas yang ditawarkan oleh dunia tersebut sungguh-sungguh mendukung terwujudnya kerajaan damai-sejahtera, keselamatan dan kasih dari Allah. Ataukah sebaliknya, ternyata berbagai bentuk dan substansi dari spiritualitas duniawi tersebut makin menjauhkan manusia dari nilai-nilai cinta-kasih, perdamaian dan keselamatan secara vertikal dengan Allah maupun hubungan secara horisontal dengan sesama manusia. Di Luk. 12:56, Tuhan Yesus berkata: “Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?” Setiap orang yang percaya kepada Kristus tidak boleh mudah terkecoh dengan tawaran, iming-iming, godaan, kemasan yang menarik dan isi yang sangat meyakinkan tetapi ternyata membawa orang percaya untuk berpahan-lahan menjauh dari terwujudnynya kerajaan keselamatan, damai-sejahtera dan kasih Allah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kristus. Sebaliknya setiap orang yang percaya dan mengasihi kepada Kristus harus semakin giat dan pantang menyerah untuk mewujudkan kehadiran kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Namun dalam kenyataan sehari-hari orang yang mengaku percaya kepada Kristus seringkali bersikap seperti umat Israel. Pada hakikatnya Allah telah memilih dan memanggil umat Israel untuk menjadi berkat dan membawa keselamatan Allah bagi sesama di sekitarnya. Tetapi yang terjadi dalam kehidupan umat Israel, mereka justru menghasilkan buah anggur yang asam. Padahal disebutkan bahwa Allah telah mencangkul tanah di kebunNya dan Dia telah membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur pilihan. Allah juga telah mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan menggali lobang tempat memeras angggur; lalu dinantinya supaya kebun itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya hanyalah buah anggur yang asam (Yes. 5:2). Wujud dari buah anggur yang asam dari umat Israel adalah sikap yang lalim dan pembuat keonaran. Di Yes. 5:7, Allah berfirman: “Sebab kebun anggur Tuhan semesta alam ialah kaum Israel, dan orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaranNya; dinantiNya keadilan, tetapi hanya ada kelaliman, dinantinya kebenaran tetapi hanya ada keonaran”. Melalui karya Kristus dan Roh Kudus, Allah juga telah membersihkan hati kita dari berbagai kenajisan, dan Dia menguduskan hidup kita agar kekristenan kita dapat menghasilkan buah Roh. Tetapi yang terjadi hati kita sering cenderung menyimpang dan berpaling melawan Allah, sehingga kehidupan kita hanya menghasilkan berbagai kelaliman dan keonaran. Akibatnya perkataan, tindakan dan pikiran kita tidak mendukung terwujudnya kehadiran kerajaan Allah secara nyata. Kehidupan kita benar-benar mendatangkan situasi krisis yang destruktif; bukan situasi “krisis” seperti yang telah dilakukan oleh Kristus , yaitu untuk membuat pemisahan antara yang benar dan jahat, antara yang baik dan yang buruk. Api yang dilemparkan Kristus adalah api yang kudus. Betapa banyak di antara kita yang hadir hanya untuk melemparkan api kebencian, api permusuhan, api ketidakadilan dan berbagai tindakan yang sewenang-wenang sehingga kehidupan kita menjadi batu sandungan. Padahal selaku umat percaya, kita dipanggil oleh Tuhan Yesus untuk senantiasa melemparkan api cinta-kasihNya, api pengampunanNya, api damai-sejahteraNya, api semangat hidup, api pengharapan dan api yang menghangatkan hubungan persaudaraan antar manusia, serta api yang mendorong sesama untuk mengasihi dan melayani Allah.

Jadi selaku umat percaya kita akan dimampukan oleh Tuhan Yesus untuk melemparkan api cinta-kasihNya, api damai-sejahteraNya dan pengampunan dari Allah jikalau kehidupan kita telah dikuduskan sehingga kita mampu menanggalkan semua beban dan dosa yang selama ini begitu merintangi kita. Selama kehidupan kita masih menghasilkan buah anggur yang asam dan hanya menghasilkan api kebencian, api kemarahan dan api yang membinasakan orang-orang di sekitar kita; maka kita tidak akan dapat menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah yang menyelamatkan di atas muka bumi ini. Itu sebabnya di Ibr. 12:1 firman Tuhan berkata: “Karena itu kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita”. Penulis surat Ibrani mengingatkan bahwa kita mempunyai banyak saksi iman, yang di Ibr. 11:36-37 disebutkan bahwa para saksi iman itu pernah mengalami berbagai hal yang buruk, yaitu: mereka pernah diejek, didera, dibelenggu, dipenjarakan, dilempari dengan batu, digergaji, dibunuh dengan pedang, mereka juga terpaksa harus mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan demi membela kebenaran Allah dan karyaNya yang menyelamatkan. Para saksi iman itu telah membuktikan bahwa mereka mampu untuk memilih hidup menurut kebenaran Allah dari pada hidup menurut pola dunia ini. Dengan sikap iman dan kuasa anugerah Allah, para saksi iman itu akhirnya dapat menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi, sehingga mereka dapat berkarya secara efektif untuk pekerjaan Allah. Apalagi kita sebagai orang yang telah ditebus oleh Kristus dengan darahNya. Selain kita telah didukung dan diteguhkan oleh keteladanan dari para saksi iman, kita juga diberi anugerah oleh Kristus untuk mengalahkan kuasa kegelapan dan kuasa dosa yang selalu merongrong kehidupan kita. Karena itu kita sekarang dipanggil untuk melakukan karya keselamatan Allah dan senantiasa menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah dengan mata yang terus tertuju kepada Kristus.

Kita harus waspada dengan kecenderungan diri kita untuk bersikap egosentris dan egoistis, yaitu kecenderungan yang selalu tertuju kepada diri sendiri. Sebab apabila mata hati kita tidak tertuju atau tidak berfokus kepada Kristus, tetapi tertuju kepada diri sendiri atau kepada dunia ini maka kita akan kehilangan titik pusat dari visi iman yang paling hakiki. Akibatnya visi hidup kita menjadi sejalan dengan visi dari dunia ini. Orientasi hidup kita menjadi serupa dengan pola pikir dan pandangan dunia di sekitar kita. Firman Tuhan di Ibr. 12:2 berkata: “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah”. Dengan kondisi yang demikian, kita akan gagal membawa “pemisahan” antara yang suci dan yang najis, antara yang benar dengan yang jahat, antara yang baik dengan yang buruk, antara yang adil dan yang sewenang-wenang. Sehingga kehidupan kita tidak lagi memiliki warna dan identitas kekristenan yang seharusnya. Sebab hidup kita menjadi manifestasi dari berbagai campuran, yaitu antara yang benar dengan yang tidak benar, antara yang duniawi dengan sorgawi, atau antara yang rohaniah dengan hawa-nafsu. Karena itu mata hati yang tertuju kepada Kristus berarti merupakan pilihan dan keputusan kita untuk meninggalkan segala yang hal yang kotor, najis, jahat dan yang duniawi. Bahkan kita secara tulus mempersembahkan diri kita sebagai alat di tangan Tuhan untuk menghadirkan kerajaanNya di atas muka bumi. Jika demikian, bagaimanakah sekarang sikap dan keputusan saudara dengan firman Tuhan ini? Apa hidup kita membawa krisis yang destruktif dengan berbagai kelemahan, kesalahan dan dosa kita? Ataukah kita membawa krisis yang kontruktif/membangun karena kita menghadirkan karya Allah yaitu keselamatan, damai-sejahtera dan kasihNya? Amin.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Tidak ada komentar: