Rabu, 26 September 2007

BERTOLONG-TOLONGAN MENDATANG SYALOM

MINGGU, 8 JULI 2007


II Raj. 5:1-14; Mzm. 30; Gal. 6:1-16; Luk. 10:1-11, 16-20

Dalam pelajaran katekesasi, seorang simpatisan pernah bertanya: “Apa yang dimaksudkan dengan karya Allah di yang terjadi dalam sejarah?” Bagaimana jawaban kita ketika anak-anak atau orang-orang di sekitar kita juga bertanya, “Apa yang dimaksudkan dengan karya Allah yang terjadi di dalam sejarah kehidupan umat manusia?” Pertanyaan sederhana tersebut ternyata tidak mudah untuk dijawab, sebab kita harus dapat memberi penjelasan yang konkrit tentang “karya Allah yang terjadi di dalam sejarah”. Sebab sesungguhnya kita akan lebih mudah untuk menjelaskan karya seorang tokoh di dalam peristiwa sejarah nasional atau seorang tokoh dunia. Pada saat kita membaca dan merenungkan kesaksian II Raj. 5:1-14 tentang kisah Naaman yang disembuhkan sakit kustanya, apakah kita juga menemukan petunjuk dan penjelasan di manakah karya Allah yang terjadi di dalam sejarah? Naaman, panglima raja Aram tidak mungkin dapat berjumpa dengan nabi Elisa di Israel, manakala waktu itu dia tidak mempunyai seorang anak perempuan Israel yang tertawan dalam peperangan. Anak perempuan Israel yang menjadi pelayan di rumahnya berkata kepada isteri Naaman: “Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya” (II Raj. 5:3). Ternyata efek dari perkataan anak perempuan Israel itu membuat Naaman segera memutuskan untuk menjumpai raja Aram (kemungkinan raja Benhadad). Kemudian raja Aram mengirim persembahan kepada raja Israel sebanyak 60 talenta perak, 6000 syikal emas dan 10 potong pakaian. Ketika raja Israel mendengar permintaan raja Aram tersebut dia menjadi sangat berdukacita; lalu dia mengoyakkan jubahnya, karena dia menganggap raja Aram hanya mencari persoalan politis agar terjadi peperangan. Dukacita dan kemarahan raja Israel tersebut kemudian didengar oleh nabi Elisa. Lalu nabi Elisa menyampaikan pesan, yaitu: “Mengapa engkau mengoyakkkan pakaianmu? Biarlah ia datang kepadaku, supaya ia tahu bahwa ada seorang nabi di Israel” (II Raj. 5:8).

Naaman, panglima perang kerajaan Aram akhirnya datang untuk menjumpai nabi Elisa. Ternyata nabi Elisa tidak menjumpai Naaman secara langsung, tetapi dia menyuruh pembantunya untuk mengatakan: “Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir” (II Raj. 5:10). Semula Naaman marah dan kecewa dengan jawaban dari Nabi Elisa, tetapi akhirnya Naaman melaksanakan perintah dari nabi Elisa tersebut. Dia mandi tujuh kali di sungai Yordan, dan dia menjadi sembuh dari penyakitnya. Ketika Naaman sembuh, dia berkata: “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel” (II Raj. 5:15). Dari seluruh kisah Naaman tersebut, manakah yang menjadi petunjuk dan penjelasan konkrit dari karya Allah yang terjadi di dalam sejarah manusia? Ternyata karya Allah yang terjadi di dalam sejarah yang disaksikan oleh II Raj. 5:1-14) merupakan karya ilahi yang terjadi dalam rangkaian kisah kehidupan, yaitu: gadis pelayan à isteri Naaman à Naaman à raja Aram à raja Israel à nabi Elisa à pembantu Elisa à Naaman à pegawai Naaman. Sehingga pada akhirnya Naaman yang sakit kusta tersebut dapat mengalami kesembuhan dari penyakitnya. Jadi karya Allah di dalam sejarah terjadi melalui orang-orang yang kemudian disebut sebagai tokoh-tokoh dalam kisah tersebut, sehingga melalui tokoh-tokoh tersebut terbentuklah peristiwa atau kisah. Pengertian dari karya Allah di dalam sejarah merupakan karya ilahi yang bertindak di dalam kehidupan umat manusia dan peristiwa yang membentuknya menjadi suatu kisah. Bukankah dari rangkaian tokoh di II Raj. 5:1-14 kita dapat melihat suatu rangkaian yang ajaib, yaitu dari tokoh seorang gadis pelayan yang memiliki pengaruh sehingga didengarkan oleh isteri panglima perang, lalu kepada Naaman dan raja Aram, sehingga raja Aram membuat hubungan diplomasi dengan raja Israel, sehingga pada akhirnya Allah berkenan memakai nabi Elisa untuk menyatakan kuasaNya dengan menyembuhkan Naaman? Sehingga Naaman dengan tulus mengungkapkan pengakuan, yaitu: “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel”.

Jika demikian karya Allah di dalam sejarah kehidupan Naaman juga terjadi di dalam kehidupan kita. Karya Allah yang tidak terlihat sehingga Dia membuat kita dapat berjumpa dengan teman-teman, guru-guru, para pendeta, atau pribadi-pribadi tertentu yang membentuk diri kita seperti sekarang. Bahkan Allah juga dapat bertindak dalam sejarah hidup kita melalui peristiwa kegagalan kita. Suatu hari ketika saya berkhotbah di suatu suatu jemaat, saya berkenalan dengan seorang penatua. Dia mengisahkan bahwa 10 tahun yang lalu dia bukan seorang Kristen. Bahkan ada kecenderungan dia memusuhi orang Kristen. Namun pada suatu hari dia dengan sangat terpaksa mendaftar di universitas Kristen karena universitas yang dia harapkan ternyata menolak karena dia telah terlambat mendaftar. Dia sangat sedih dan kecewa dengan penolakan universitas idamannya itu. Justru yang mengherankan, pegawai bagian penerimaan mahasiswa di universitas yang menolaknya berkata dengan nada olok-olok, “Daftar saja di universitas Kristen!” Tetapi justru di universitas Kristen tersebut dia diterima dan kemudian dia menemukan Kristus, sehingga akhirnya dia bersedia dibaptis dan mengaku percaya. Sekarang dia menjadi seorang penatua yang melayani Kristus. Kita tidak dapat membayangkan pula jikalau seandainya universitas Kristen waktu itu juga menolak dia. Dari kisah tersebut, saya makin memahami bahwa karya Allah di dalam sejarah juga terjadi di dalam kehidupan dan peran kita selaku umat Allah. Untuk itu kita dipanggil untuk bertolong-tolongan untuk mendatangkan syalom, yaitu damai-sejahtera dan keselamatan dari Allah.

Namun sikap manusia dalam menghayati karya Allah di dalam sejarah kehidupan manusia seringkali lebih cenderung pasif dan hanya menunggu untuk menerima pertolongan dari Allah. Dalam hal ini kita seringkali cenderung hanya menunggu untuk ditolong, dan kita sering kurang tanggap untuk ambil bagian dalam pertolongan kepada sesama yang membutuhkan. Anak gadis Israel yang menjadi pelayan di rumah Naaman dengan segala keterbatasannya ternyata mampu untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Dia mengetahui penderitaan dari penyakit tuannya yang terkena penyakit kusta, karena itu dia memberi informasi agar tuannya itu yaitu Naaman mau pergi menemui nabi Elisa di Samaria. Justru karya keselamatan Allah yang kelak melibatkan hubungan diplomasi dari kedua raja yang bermusuhan, yaitu raja Aram dan raja Israel dimulai dari peran seorang gadis pelayan Israel. Sikap iman Kristen dalam merespon karya Allah di dalam sejarah umat manusia tidak boleh bersifat pasif, tetapi iman Kristen haruslah senantiasa bersikap pro-aktif. Untuk itulah Tuhan Yesus menunjuk dan mengutus tujuh puluh murid untuk memberitakan karya Allah yang mendatangkan syalom, yaitu damai-sejahtera dan keselamatan Allah. Di Luk. 10:1 menyaksikan: “Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahuluiNya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungiNya”. Dalam melaksanakan karya keselamatanNya, Allah senantiasa melibatkan umatNya untuk ambil bagian secara aktif. Karena itu Tuhan Yesus selain membentuk 12 orang murid, Dia juga membentuk 70 orang murid. Kepada 70 orang muridNya itu, Tuhan Yesus mengutus mereka berdua-dua untuk berkarya mendatangkan damai-sejahtera ke setiap kota yang akan dilalui oleh Kristus. Ini berarti peran umat Allah bukan hanya untuk menikmati keselamatan dari Allah, tetapi lebih dari pada itu kita selaku umat yang telah ditebus oleh Kristus dipanggil untuk menjadi kawan sekerja Allah. Tuhan Yesus berkata: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu” (Luk. 10:2).

Apabila Tuhan Yesus membentuk 70 orang sebagai kawan sekerjaNya, dan mereka secara konkrit bersedia ambil bagian dalam karya keselamatan Allah; maka sebenarnya anggota jemaat kita saat ini rata-rata jumlah rielnya lebih dari 70 orang. Bahkan di kota-kota besar anggota jemaat di suatu gereja dapat mencapai 1000 orang lebih. Jadi teologi operasional apakah yang harus dilakukan para anggota jemaat tersebut agar mereka dapat melaksanakan karya Allah di dalam sejarah kehidupan ini? Seharusnya mereka semua bersedia untuk ambil bagian dalam tugas pengutusan. Apabila 70 orang murid Tuhan Yesus berjalan secara berpasangan, yaitu dalam formasi “berdua-dua” sehingga terdapat 35 kelompok; maka kita juga dapat membentuk kelompok kerja dari jumlah anggota jemaat kita saat ini. Bila anggota jemaat kita saat ini berjumlah 500 orang, maka kita dapat mempunyai kelompok kerja sebanyak 250 grup. Apabila anggota jemaat kita berjumlah 1000 orang, maka kita mempunyai kelompok kerja sebanyak 500 grup! Semua kelompok kerja tersebut pada prinsipnya mempunyai tugas yang sama, yaitu untuk memberitakan kasih Kristus yang mendatangkan damai-sejahtera dan keselamatan. Bukankah dengan cara demikian, kita telah ambil bagian dalam karya keselamatan Allah dengan saling bertolong-tolongan dengan sesama kita yang sedang menghadapi pergumulan dan kesusahan? Namun sayang sekali, banyak sekali anggota jemaat kita yang masih enggan untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Beberapa di antara mereka hanya ingin selalu dilawat, diperhatikan, didoakan dan didukung dalam pendanaan padahal mereka cukup mampu dan sehat. Jadi masih belum banyak di antara anggota jemaat kita yang sungguh-sungguh terbeban untuk melawat, memperhatikan, mendoakan dan mendukung dalam pendanaan untuk pekerjaan Allah. Mereka lupa bahwa seorang anak perempuan yang menjadi pelayan di rumah Naaman juga mampu memberikan peran yang luar-biasa dengan dampak dapat terciptanya suatu hubungan diplomasi antar negara, dan juga akhirnya dapat terjadi suatu peristiwa kesembuhan bagi seorang panglima perang kerajaan Aram, yaitu Naaman sehingga Naaman kemudian mempermuliakan nama Allah.

Kegagalan kita untuk berinisiatif peduli dan pro-aktif menolong sesama karena seringkali kita merasa diri berarti. Dalam anggapan dan sikap diri yang demikian, kita merasa telah menjadi orang penting sehingga orang lain harus memperhatikan dan menghormati diri kita. Di Gal. 6:3, rasul Paulus memberi nasihat: “Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri”. Ketujuh puluh murid Tuhan Yesus tidak akan pergi melaksanakan tugas pengutusan, manakala mereka saat itu merasa diri mereka berarti dan menjadi orang yang penting. Atau mungkin mereka bersedia untuk diutus, tetapi mereka tidak mau ditempatkan dalam formasi “berdua-dua”. Sebab mereka merasa dapat mengerjakan sendiri tugas yang diemban oleh Tuhan Yesus, jadi mereka tidak perlu disediakan kawan sekerja lain yang bersama dengan diri mereka. Karena itu nasihat rasul Paulus, yaitu: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu” (Gal. 6:2) hanya mungkin dapat terwujud ketika kita tidak lagi merasa berarti. Sebab manakala kita merasa diri menjadi orang penting dan berarti, maka kita juga akan menutup diri untuk menjadi kawan sekerja Allah dalam melaksanakan karyaNya dalam sejarah kehidupan manusia. Pada hakikatnya Allah tidak akan bersedia memakai orang yang merasa dirinya penting dan berarti. Sebab Allah tidak mungkin memakai orang yang sombong secara rohani dan hanya mempermuliakan dirinya sendiri. Di Gal. 6:8-9 rasul Paulus berkata: “Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah”. Dengan perkataan lain, jikalau kita menolak untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah yang memanggil kita untuk peduli dengan kehidupan sesama, maka kita juga akan menuai dengan sikap dan keputusan kita tersebut. Manakala hidup kita penuh dengan berbagai keinginan daging, maka pastilah kita juga akan menuai akibatnya. Tetapi apabila kita melakukan kehendak Roh yaitu tidak pernah jemu-jemu berbuat baik, maka pastilah kita juga akan menuai hidup yang kekal.

Dalam buku yang berjudul “The Yellow Robe” (Jubah Kuning) dikisahkan bagaimana pada suatu hari Sadhu Sundar Singh bersama seorang temannya berjalan melintasi lembah dan bukit dalam cuaca bersalju. Mereka berdua dengan susah payah melintasi lembah dan gunung di tengah-tengah hujan salju yang sangat lebat dan dingin. Di tengah perjalanan tiba-tiba mereka menemukan seorang pria tergeletak pingsan. Melihat pria yang malang itu, Sundar Singh segera mengajak temannya untuk menolong pria tersebut. Tetapi temannya menolak, dan dia memilih berjalan seorang diri. Akhirnya Sundar Singh dengan susah-payah memikul tubuh pria yang pingsan tersebut. Justru saat itu dia merasa badannya makin hangat. Ketika Sundar Singh lewat di suatu sudut jalan, dia menemukan temannya yang menolak untuk menolong kini dia telah tergeletak, dan ternyata dia telah mati. Bukankah ucapan rasul Paulus tersebut sangat tepat, yaitu: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2). Jika demikian, marilah kita selaku jemaat Tuhan makin menghayati peran dan panggilan kita dengan menjadi kawan-sekerja Allah yang mau peduli untuk menolong sesama kita yang menderita. Jadi bagaimana sikap dan respon saudara? Amin.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Tidak ada komentar: