Selasa, 25 September 2007

TUHAN YESUS MEMBERKATI ANAK-ANAK

Markus 10:13-16


St. Agustinus adalah salah seorang bapa gereja yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sejarah dan ajaran gereja. Dia lahir pada tahun 354 di Thagaste Afrika Utara. Padahal semula St. Agustinus memiliki latar-belakang kehidupan yang sangat buruk. Tetapi ibunya yaitu Monika tiada henti-hentinya mendoakan Agustinus agar dia hidup dalam pertobatan. Tetapi tampaknya doa ibunya tidak segera membawa hasil. Tetapi ibunya sangat tangguh untuk terus mendoakan Agustinus. Ketika Monika berdoa di dalam gereja sambil menangis, datanglah uskup Ambrosius yang menghibur Monika dengan berkata: “Seorang anak yang begitu banyak didoakan dengan air mata, mustahil akan binasa”. Akhirnya doa Monika dikabulkan oleh Tuhan. Agustinus bertobat, lalu ia dibaptiskan oleh uskup Ambrosius paa tahun 387 yaitu ketika ia berusia 33 tahun. Dalam hal ini kita dapat melihat Monika telah dapat membawa anaknya Agustinus kepada Kristus untuk diberkati dan dipakai sebagai alat di tangan Tuhan.

Kalau kita melihat kehidupan setiap keluarga Kristen, harus kita akui tidak semua dari antara kita memiliki ketangguhan doa untuk membawa anak-anak kita kepada Kristus. Seberapa banyak di antara kita yang mendoakan agar anak-anak kita mau mengasihi dan hidup bagi Kristus? Kebanyakan isi doa kita adalah hanya agar anak-anak kita sukses dalam studi, sukses dalam pekerjaan dan sukses dalam perjodohan. Kemudian kalau mereka telah menikah, isi doa kita adalah agar anak-anak kita segera mendapatkan anak dan kehidupan rumah-tangga mereka dapat hidup bahagia. Isi doa syafaat kita adalah hanya mengharapkan agar anak-anak kita memperoleh kebahagiaan menurut dunia pada umumnya. Tetapi kita tidak terlalu antusias dan tekun agar anak-anak kita dapat menjadi milik Kristus dan memperoleh berkatNya.

Perikop bacaan kita menyaksikan bahwa di antara orang banyak yang mengikut Tuhan Yesus, mereka membawa anak-anak agar memperoleh berkat. Ketika melihat para orang-tua membawa anak-anak kepada Tuhan Yesus, para murid justru melarangnya. Pada saat itulah Tuhan Yesus menegur dan marah kepada para muridNya. Ia berkata: “Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah” (Mark. 10:14). Setelah itu disebutnya Tuhan Yesus memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka, Dia memberkati anak-anak itu.

Tentunya kita tidak salah untuk selalu mendoakan agar anak-anak kita sukses dalam studi, dalam pekerjaan, dalam perjodohan dan dalam pernikahan mereka. Tetapi tanpa membawa mereka secara sungguh-sungguh untuk berjumpa secara pribadi dengan Kristus, maka mereka seluruh kebahagiaan dan kesuksesan anak-anak kita tersebut menjadi tidak berguna. Dalam hal ini kita sering gagal untuk membawa anak-anak secara pribadi kepada Kristus, karena kita sendiri ternyata belum berjumpa dengan Kristus secara pribadi. Padahal anak-anak membutuhkan teladan dari sikap hidup para orang-tuanya. Mungkin mereka gagal untuk dinasihati, gagal untuk mendengarkan perkataan kita; tetapi sesungguhnya mereka tidak pernah gagal meniru tingkah-laku orang-tua mereka.

Di salah satu negara bagian Amerika Serikat dilaksanakan perlombaan ganda. Para peserta harus mampu berenang, bersepeda dan berlari tanpa terputus. Salah seorang peserta mendaftarkan anaknya yang cacat. Anaknya tidak dapat bicara dan tidak dapat berdiri apalagi berjalan. Tetapi ayahnya sangat mencintai dia. Ketika panitia lomba itu menolak anaknya, sang ayah berkata bahwa dia yang akan menjalani seluruh perlombaan itu sambil menggendong anaknya. Akhirnya ayah dan anak itu mengikuti perlombaan yang sangat sulit dan berat. Pertama sang ayah harus membawa anaknya berenang dalam jarak yang cukup jauh. Kedua sang ayah harus membawa anaknya ikut bersepeda. Ketiga sang ayah harus membawa anaknya berlari di atas kursi rodanya. Semua lomba itu dilakukan dengan penuh kasih dan gairah agar anaknya yang lumpuh dan cacat itu dapat membuat anaknya bahagia dan berharga. Akhirnya ayah dan anak itu dapat melewati semua jenis lomba dan mereka dapat memenangkan perlombaan dengan gemilang.

Ketika kasih Kristus memenuhi hati kita selaku orang-tua, maka kita tidak pernah malu untuk mengakui kekurangan dan kelemahan dari anak-anak kita. Sebaliknya kasih Kristus itu mendorong kita untuk memanusiakan anak-anak kita secara utuh. Orang-tua yang dipenuhi oleh kasih dan hikmat dari Kristus, tidak akan pernah hanya memenuhi anak-anak mereka dengan berbagai materi dan fasilitas duniawi yang baik. Tetapi juga orang-tua yang dipenuhi oleh kasih Kristus, juga tidak akan pernah menutup-nutupi kesalahan dari anak-anaknya. Sebaliknya orang-tua yang bijaksana akan mengajar anak-anak untuk berani mengakui kesalahan-kesalahannya. Karena pola pendidikan yang benar dari ibunya, ketika St. Agustinus telah bertobat dan menjadi seorang uskup, dia justru menulis kisah hidupnya yang kelam. St. Agustinus menulis buku yang berjudul “Confessiones” yang artinya: pengakuan-pengakuan.

Kini tuntutan kasih Kristus yang melembutkan hati, yang memotivasi orang untuk melawan segala bentuk kekerasan, memotivasi anak-anak untuk mengasihi sesama pada prinsipnya merupakan tugas utama dari para orang-tua. Jikalau selaku orang-tua kita gagal untuk membawa anak-anak berjumpa dan memperoleh berkat dari Kristus, maka anak-anak kita sangat rentan untuk jatuh dalam berbagai tindakan kekerasan. Kita dapat melihat anak-anak Palestina yang telah diajar untuk membawa senjata api. Kita juga dapat melihat anak-anak yang tanpa kasih, mengisi kekosongan hidupnya dengan narkoba dan obat-obat jenis psikotropika.

Tetapi juga tanpa kasih Kristus, kita selaku orang tua dapat menjadi monster bagi keluarga kita. Di salah satu jemaat di Jawa Timur saya terkejut karena Majelis Jemaat di suatu gereja dapat memaklumi sebuah perceraian. Ternyata perceraian tersebut dapat dimaklumi karena sang ayah telah memperkosa anak putrinya sendiri. Bahkan dia tidak jera. Dia berusaha untuk mengulang tindakannya yang keji, dan dia mencoba memperkosa anaknya yang kedua. Bagaimana sikap saudara, apakah saudara setuju dengan keputusan istri yang meminta perceraian dalam kasus tersebut? Betapa sering tanpa kita sadari kita telah menjadi monster bagi para anggota keluarga kita, yaitu monster bagi istri, bagi suami, bagi anak-anak atau mungkin monster bagi orang-tua kita.

Di hadapan monster-monster dunia ini, firman Tuhan justru menyaksikan bagaimana tokoh Kristus selaku Juru-selamat justru datang dan menempatkan anak-anak sebagai contoh yang dipakai untuk memahami Kerajaan Allah. Di Mark. 10:14, Tuhan Yesus berkata: Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”. Perhatikan ucapan Tuhan Yesus yang menunjuk kepada diri anak-anak yaitu sebagai “orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”. Jadi dengan lugas, firman Tuhan menyaksikan kehidupan anak-anak yang lugu dan polos disebut oleh Tuhan Yesus sebagai yang empunya Kerajaan Allah. Dengan perkataan lain, Kerajaan Allah tidak pernah diwariskan kepada orang-orang yang hidupnya bengkok, yang berbelat-belit, yang cerdik untuk memutar-balikkan kebenaran, dan mengeraskan hati serta tidak mau bertobat.

Karena itu sebelum kita membawa anak-anak kepada Kristus, marilah kita terlebih dahulu mau datang untuk dijamah dan diberkati oleh Tuhan Yesus. Namun apakah kita mau datang menghadap hadiratNya dengan terlebih dahulu bersikap seperti anak-anak, yaitu memiliki hati yang jernih, yang jujur, yang tulus dan yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati kita? Ketika kita telah dijamah dan menerima berkatNya, maka pastilah kita juga akan menjadi berkat bagi segenap anggota kelurga, gereja dan masyarakat kita. Jika demikian, bagaimanakah sikap saudara saat ini? Mari kita datang menghadap Kristus dengan membuang segala pakaian kesalehan, berbagai kebenaran diri sendiri dan berbagai pola pikir duniawi kita. Amin.

Tidak ada komentar: