Selasa, 25 September 2007

TERBUKA UNTUK DIPERLENGKAPI DENGAN KUASA ROH KUDUS

Yes. 43:1-7, Mzm. 29, Kis. 8:14-17, Luk. 3:15-22


Bagi orang Yahudi, orang-orang Samaria tidak pernah dianggap sebagai umat pilihan Allah karena keagamaan dan etnis mereka telah tercampur dengan agama dan darah bangsa Asyria. Di II Raj. 18:11 disaksikan: “Raja Asyur mengangkut orang Israel ke dalam pembuangan ke Asyur dan menempatkan mereka di Halah, pada sungai Habor, yakni sungai negeri Gozan, dan di kota-kota Madai”. Itu sebabnya dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang Yahudi merasa diri lebih tinggi/superior secara etnis dan rohaniah dibandingkan dengan orang-orang Samaria. Akibatnya di antara mereka tidak lagi terjalin suatu komunikasi yang baik. Di Yoh. 4:9b terdapat keterangan: “Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria”. Komunikasi yang terputus tersebut berjalan dalam kurun waktu ratusan tahun lamanya. Sehingga ketika gereja perdana lahir, gereja pada waktu itu juga tidak dapat berkomunikasi untuk memberitakan Injil Kristus yang menyelamatkan kepada orang-orang Samaria.

Tetapi di Kis. 8:5, seorang Diaken yang bernama Filipus justru disaksikan berhasil masuk di tengah-tengah kehidupan orang Samaria, sehingga mereka dapat percaya dan menerima Kristus. Padahal umumnya jabatan Diaken dibentuk oleh gereja perdana untuk menangani secara khusus anggota jemaat yang mengalami kekurangan/kemiskinan. Tetapi Filipus tidak sekedar bertugas melayani untuk memberi tunjangan finansial, tetapi dia mampu mengkomunikasikan berita Injil Kristus kepada orang-orang Samaria yang selama ini dianggap kafir. Itu sebabnya di Kis. 8:14 disaksikan Petrus dan Yohanes mendatangi orang-orang Samaria yang telah menerima Kristus agar iman mereka kepada Kristus diteguhkan oleh kuasa Roh Kudus. Sehingga kini orang-orang Samaria yang telah percaya kepada Kristus dan diteguhkan oleh Roh Kudus menjadi bagian yang utuh dari kehidupan jemaat Kristen.

Kerapkali kita selaku gereja juga terjebak dalam sikap orang-orang Yahudi yang merasa diri lebih superior baik secara rohaniah dan etnis. Sikap tersebut yang menyebabkan kita kehilangan kemampuan untuk mengerti dan memahami orang-orang yang kita anggap lebih “kurang” dari pada diri kita. Atau mungkin sebaliknya kita juga menempatkan diri sebagai orang-orang Samaria yang sudah “tidak murni” lagi sehingga mengembangkan sikap inferior, yaitu sikap rendah-diri. Kedua sikap tersebut negatif sebab menyebabkan komunikasi menjadi terhambat, dan menghasilkan kesalahpahaman dalam berbagai bentuk. Karena itu kita selaku gereja Tuhan tidak diperkenankan untuk memiliki apalagi mengembangkan sikap superioritas atau sikap yang inferioritas. Sikap yang harus dipilih adalah bersedia meneladani sikap Fiipus yang mampu menjembatani kedua pihak antara orang-orang Yahudi dan Samaria yang saling bermusuhan, dan juga mampu membawa orang-orang Samaria yang semula hidup jauh dari Allah menjadi orang-orang yang bersedia terbuka untuk menyambut keselamatan di dalam Kristus bahkan akhirnya mereka diteguhkan oleh kuasa Roh Kudus.

Dalam hal ini tampak bahwa karya Roh Kudus senantiasa memberdayakan umat manusia untuk berharga di hadapan Allah dan sesamanya. Bila orang-orang Samaria semula direndahkan oleh orang-orang Yahudi, kini di dalam Kristus mereka dipulihkan dan diangkat harkatnya menjadi umat Allah sendiri. Di Yes. 43 juga menyatakan hal yang sama. Semula orang-orang Israel dalam pembuangan direndahkan dan dihina oleh bangsa Babel, tetapi Allah kemudian meneguhkan dan mengangkat diri mereka. Di Yes. 43:2, Allah berfirman: “Sebab Akulah Tuhan, Allahmu, yang mahakudus, Allah Israel, Juru-selamatmu”. Dalam karya RohNya, Allah tidak pernah melemahkan semangat, harkat, dan harapan umatNya walau mereka pernah berdosa. Itu sebabnya diYes. 43:4, Allah menyatakan ungkapan hatiNya: “Oleh karena engkau berharga di mataKu dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau”.

Manakala seseorang dipenuhi oleh Roh Kudus, dia akan bertindak seperti Filipus. Dalam hal ini makna dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus yang paling utama adalah apakah dia dipenuhi oleh kasih Kristus sedemikian rupa sehingga perkataan, ucapan dan tindakannya senantiasa memampukan orang-orang di sekitarnya sehingga akhirnya iman mereka diteguhkan oleh Roh Kudus. Kita juga dapat bersikap seperti Filipus, yaitu mampu membuka kebekuan komunikasi di antara mereka yang selama ini hidup dalam permusuhan, mengangkat harkat seseorang dengan kasih, belajar sebagai pendengar yang bijaksana dari pada kebiasaan untuk menggurui, dan memperkenalkan Kristus melalui tingkah-laku/perbuatan dari pada sekedar melalui perkataan belaka. Bahkan lebih dari pada itu kita harus belajar dari sikap Allah sendiri, yang tidak pernah enggan menyebut umatNya yang sebenarnya lemah dan gagal sebagai “pribadi yang begitu berharga” di hadapanNya. Apabila Allah menyatakan: “Oleh karena engkau berharga di mataKu dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau”, apakah kita juga bersedia mengungkapkan secara tulus pernyataaan tersebut kepada orang-orang di sekeliling kita?

Semakin kita mampu mengasihi dan menganggap berharga orang lain, yakinlah bahwa mereka akan dimampukan untuk lebih terbuka dan diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus. Karena itu marilah kita sendiri juga bersedia untuk terbuka dan diperlengkapi oleh kuasa Roh Kudus, sehingga kita dapat menjadi umat percaya yang menghadirkan kasih Kristus. Amin.

YBM

Tidak ada komentar: